Kamis, 27 Juni 2013

sedekah itu gak harus ikhlas


Judul diatas bukan ide saya tapi merupakan judul sebuah buku yang ditulis oleh bapak marah adil. Inti dari buku tersebut adalah jika kita nunggu ikhlas dulu baru sedekah, lalu kapan kita bakalan sedekah ¾ bagian dari gaji kita? Semua orang termasuk saya pasti bakal mikir berulang kali jika harus bersedekah sebanyak itu. Jika  kita bersedekah sebanyak itu meskipun tidak ikhlas setidaknya itu bermanfaat untuk orang yang kita sedekahi. Bahkan mungkin orang kita sedekahi akan mendoakan kita agar kita mendapat rezeki lebih dari yang mereka terima. Subhanallah. Masalah ikhlas atau tidak itu urusan belakangan, nanti juga terbiasa. Malah orang yang rajin bersedekah tidak pernah membahas masalah ‘ikhlas’ lagi.  Bahasan ‘ikhlas’ itu hanya untuk orang-orang pemula. Kurang lebih begitu isi dari buku tersebut.
Jujur, saya memang bukan orang yang pandai bersedekah. Saya kadang kalau bersedekah suka mikir-mikir dulu gitu, ‘nih orang pantas gak sih dikasih sedekah?’. Kemana-mana saya selalu pergi menggunakan si hijau (baca : angkot) atau bus damri. Namanya juga kendaraan umum sudah pasti disetiap lampu stopan selalu ada penumpang semu yakni pengamen. Dilihat dari penampilannya kelihatan banget mereka orang susah, baju lusuh, muka kucel, tidak terurus, (kadang saya mikir mereka mandi gak tuh ya? Soalnya saya sering bertemu juga dengan pengamen yang notabene dia itu seperti anak punk). Tapi ada juga sih pengamen yang keurus itu, itu pasti mahasiswa.  Dari lagu yang dinyanyiinnya aja udah beda, biasanya mahasiswa nyanyiin lagu inggris2an gituh. Pengamen asli biasanya nyanyi band-band tanah air seringnya melayu sih. Mereka bernyanyi tidak lama sekitar 2-3 menit lah, lalu mereka mengulurkan tangannya berharap para penumpang memberi sedekah. Dari 5 penumpang paling yang ngasih Cuma 3 orang itupun uang recehan 500-an.
Ya, tidak semua penumpang mengeluarkan recehannya untuk pengamen itu. Tergelitik hati dan pikiran saya, apa susahnya memberikan pengamen itu 500 rupiah? Apakah itu menyebabkan kita jadi jatuh miskin? Seandainya uang 500 rupiah kita jatuh apakah kita masih akan mencarinya dan mengingat-ngingat ‘DIMANA UANG 500 RUPIAHKU’? itu baru 500 rupiah loh ya, gimana kalau disuruh sedekah 500 ribu? Wah…sayang uangnya. Mending buat ditabung aja (ok. itu pikiran saya).  Saya pernah mendengar segelintir orang berpendapat bahkan di buat papan pengumumannya semacam spanduk gitu, ‘ jangan beri pengemis uang. Memberi itu tidak mendidik’. Kemudian saya juga pernah mendengar bahwa penghasilan pengemis/peminta-minta di Jakarta penghasilannya sehari bisa mencapai 500 ribu. WOW FANTASTIS. Ditengah sulitnya mencari pekerjaan, ternyata ‘mengemis/meminta uang dijalanan’ menjadi salah satu sumber mencari nafkah. Lalu masih haruskan kita memberi uang receh kita kepada mereka? Karena uang yang kita kasih itu ternyata membuat mereka menjadi malas dan ketagihan meminta-minta.
JAWABAN SAYA IYA. Saya bukan ahli agama, pengetahuan agama pun saya masih sangat kurang.  Tapi menurut hemat saya, tidak ada seorangpun yang ingin memiliki cita-cita sebagai orang yang meminta. Karena keterbatasan keadaan, kemampuan, dll menyebabkan mereka memilih jalan tersebut untuk mencari uang. Meskipun ada orang yang berhasil keluar dari linkarang tersebut, tapi itu hanya sedikit. Allah telah menciptakan manusia sedemikian rupa ada yang ditempatkan diatas dan ada juga yang ditempatkan di bawah. Jadi seandainya kita memiliki harta yang berlebih kenapa tidak kita memberi? Saya selalu berusaha untuk husnudzon kepada orang. Saya selalu menganggap bahwa orang yang meminta itu pasti sedang membutuhkan. Toh kita juga tidak tahu kan kesulitan apa yang sedang mereka alami, jadi jangan suudzon dulu sama orang yang suka minta-minta siapa tahu mereka memang sedang membutuhkan. Seandainya mereka memanfaatkan uang yang kita kasih ke hal yang tidak benar  biarlah itu menjadi urusan yang di atas. Tugas kita hanya memberi bukan untuk mengadili karena karena itu urusan hakim di meja hijau. (hehehe...)
Dalam beberapa workshop wirausaha sukses yang saya ikuti dan buku motivasi yang saya baca, selalu membahas masalah sedekah bahkan katanya kalau sedekah itu jangan kebanyakan mikir dan jangan nanggung-nanggung. Karena begitu dahsyatnya efek yang terjadi setelah sedekah. Bahkan dalam buku 7 keajaiban rezeki tertulis, jika kamu sakit bayarlah dengan sedekah, jika kamu sedang sempit bayarlah dengan bersedekah niscaya akan dilapangkan. Dua tahun yang lalu saya mendapat musibah tepat dibulan ramadhan, kemudian saya menyedehkan bahan makanan pokok kepada 10 orang yang membutuhkan. Alhamdulillah dalam waktu seminggu masalah saya selesai. itu saya pakai uang beasiswa yang kebetulan juga baru cair. Tahun inipun rasanya ingin sekali bersedekah sebesar itu lagi. tapi saya masih menjadi pengangguran yang tidak beruang huhu…ya allah semoga ada jalan. Jsetelah membaca beberapa buku (baru dua sih) yang membahas masalah sedekah rasanya ingin bersedekah terus. Meskipun tidak banyak, meskipun bukan uang yang besar asal sering dan membentuk diri agar terbiasa. Jadi, sudahkan anda sedekah hari ini?

Rabu, 26 Juni 2013

Tidur lebih baik daripada MENGELUH


Apakah anda mendengar pernyataan seperti ini, “seandainya anda memiliki waktu untuk mengeluh lalu kenapa anda tidak menggunakan waktu tersebut untuk melakukan kegiatan produktif.” Mungkin yang cocok untuk saya lebih tepatnya seperti ini “seandainy saya memiliki waktu untuk mengeluh lalu kenapa tidak saya manfaatkan waktu tersebut untuk mengerjakan skripsi?’. Tapi Alhamdulillah, sekarang saya lebih produktif dan saya hampir tidak memberi kesempatan kepada “mengeluh” untuk mampir di aktivitas saya.  Dan itu prinsip! Untuk membuat prinsip seperti itu apalagi mengamalkannya di kehidupan nyata tentu saja tidak mudah. Dalam menggodok prinsip tersebut saya telah melewati masa-masa suram dimana hampir setiap detik selalu saya isi denga kelulan bahkan dari hal yang terbilang sangat SEPELE. Karena sikap saya yang selalu mengeluh itu, kadang saya juga merasa bahwa saya kekanak-kanakan. Padahal saya sudah kuliah lho, harusnya kekuliah-kuliahan. Maksudnya menjadi mahasiswa yang aktif dan kritis. Tapi sayang sekali hari-hari kuliah saya tidak saya manfaatkan dengan baik karena satu kata MALAS. Well, saya tidak ingin menyesali dan mengutuk diri saya di masa lalu. Masa lalu bukan untuk dirutuki dan membuat kita menjadi mengeluh “kenapa dulu saya ga aktif di organisasi kampus?” . it’s about future. Masa lalu jadikan pembelajaran dan kita perbaiki langkah kita sebelum maju ke depan menghadapi masa depan.
Dan inilah saya yang sekarang. Saya berubah tentu tidak seperti jin yang mengubah sesuatu hanya dengan mengucapkan adakadabra sambil mengacungkan jari telunjuk kea rah benda yang ingin diubah. Ada sesuatu, seseorang yang memotivasi dan mendesak saya untuk berubah. Tunggu…itu bukan pacar! (ga punya soalnya). Lalu siapakah gerangan yang senantiasa membuat saya berubah.
Saya bukan tipe mahasiswa yang hemat. Jadi ketika ada hal yang menarik untuk dibeli  tanpa kompromi soal harga dan makan nanti gimana itu tak jadi masalah.  Terutama buku, tapi kalo yang lainnya sih enggak. Anda jangan berpikiran bahwa saya ini wanita kutu (buku). BUKAN! ANDA SALAH BESAR! Saya memang suka membeli buku-buku yang sekiranya bagus (menurut saya).


Perubahan saya ini terjadi setelah saya mengikuti workshopnya reyko sahetapi (tapi bukan yang berbayar). Saya lupa tema workshopnya apa, tapi intinya menjadi wirausaha sukses begitulah. Workshop tersebut diadakan di hotel fave, daerah cihampelas walk. Datang kesana, absen dan tak lupa mengambil makanan ringan beserta kopinya.
Jujur, sebenarnya saya tidak niat untuk workshop tersebut karena saya sendiri harus mengerjakan skripsi. Berhubung mengerjakan di kosan tidak ada ide, kemudian saya memutuskan untuk, ‘bagaimana kalau ngerjain di tempat workshop?’ mungkin ini adalah ide yang konyol dan bodoh. Logikanya untuk mengerjakan skripsi kan butuh tempat yang tenang dan nyaman didukung suasana yang tidak berisik. Singkat cerita saya tiba disana dan ternyata disana saya tidak bisa mengerjakan skripsi. Kursinya bukan kursi kuliahan euy. Kursi empuk ala-ala meeting gitu.
Kemudian workshop pun dimulai, beberapa slide ditampilkan dan salah satunya foto beliau di depan gerobak gorengan. Awalnya saya mengira bahwa ini adalah MLM gorengan. Hahaha…maklum sejak di bandung saya sempat ditawari beberapa MLM.
Kesan saya pertama kali melihat royke sahetapi adalah GA BANGET. Masa kita harus yel-yel ala chibi-chibi gitu..’ih ..apaan sih nih orang?’ tapi don’t judge book by it’s cover itu bener ya. Hahaha….ternyata dia tidak seperti yang saya pikirkan.
Sebenarnya isi materi yang beliau sampaikan itu dekat dengan dunia sehari-hari kita, sama dengan buku yang sedang saya baca ‘7 keajaiban rezeki’. Dalam buku itu ditulis bahwa jika ingin sukses maka kita harus mendapat restu dari orang tua. jadi seandainya ada keinginan/cita-cita yang ingin dicapai sampaikan kepada sepasang bidadari itu , maka jalan kita menuju impian insya allah akan dipermudah oleh allah swt melalui restu sepasang bidadari (oh iya…saya meminjam istilah sepasang bidadari dari buku 7 keajaiban rezeko). Wah itu bukan saya banget. Tapi karena 3 kali saya mendengar hal tersebut dalam kesempatan yang berbeda maka saya laksanakan. Saya mencoba menyampaikan apa yang menjadi hajat saya kepada orang tua  meskipun setelah saya sampaikan terjadi sedikit perbedaan pendapat. Orang tua saya ingin sekali saya menjadi guru. Ya, sebenarnya bukan jadi ‘guru’nya sih tapi lebih tepat menjadi PNS.
Nah, saya masih berjiwa muda masih ingin mencari pengalaman dengan bekerja di perusahaan. Terkadang saya juga berpikir, suatu saat nanti saya pasti menikah maka profesi yang pas adalah guru. Pada akhirnya saya memutuskan bekerja di perusahaan sekitar 3 tahun lalu menikah dan menjadi guru. Alangkah indahnya rencananya saya tapi pasti allah memiliki rencana yang lebih indah untuk saya.
Setelah itu intropeksi pada diri kita sendiri bagaimana solat fardhu, salat sunat, puasa sunahnya? Apakah sering bersedekah? Setelah itu terjawab maka insya allah segala urusan dimudahkan oleh yang diatas. Mungkin saya akan menceritakan isi buku 7 keajaiban rezeki dan isi workshop pak reyko sahetapi di lain tulisan.

Back to the topic…
Seminar terakhir yang saya ikuti adalah seminar workshop wirausaha sukses yang diselenggarakan oleh pertamina. Seminar ini lebih ke membangun mental wirausaha. Isinya hampir sama dengan apa yang saya baca di buku. Alhamdulillah mental saya semakin terbentuk meskipun belum ke tahap sebagai wirausaha. Tapi akhir-akhir ini selain mengerjakan skripsi saya juga sibuk belajar berbagai instrument investasi khususnya di pasar modal. Oh ya ,,saya juga sudah investasi di emas dan dibalik investasi itu ada kejadian yang membuat kantong dan kepala saya sakit. Kelemahan saya memang kalo mengambil tindakan tidak dipikirkan dengan baik. Well, tapi karena tanpa berpikir lama-lama itu saya jadi punya asset meskipun cicil saya merasa bangga bahwa saya punya asset. Ini adalah batu loncatan untuk saya. yap, lain tulisan saya juga ingin membahas betpa pentingnya investasi saat ini.
Jadi intinya, sejak mengikuti workshop pa royke sahetapi dan lainnya, saya merasa waktu saya menjadi lebih bermanfaat. Selain mengerjakan skripsi saya isi waktu saya untuk belajar. Alhamdulillah :-)


Senin, 24 Juni 2013

Tersenyumlah & Sapalah Orang Lain (DULUAN)

Hari ini  saya memutuskan untuk kembali menulis rutin. Jika nabi kita berpesan, ‘sampaikanlah walau satu ayat’ , maka saya berprinsip menulislah walau satu paragraf. Lho kok tidak ‘menulislah walau satu kata?’ menurut saya ‘satu kata’ itu hanya sebuah kiasan, dan saya lebih suka sesuatu yang lebih kongkret, lebih riil.
  
Kegiatan menulis ini merupakan salah satu dari sebagian rangkaian saya untuk berubah dari kepribadian saya yang dulu. Yang tentu saja ‘GA BANGET’. Mungkin tak ada satupun orang yang mengira bahwa saya ini dulunya pendiam, jarang berbicara, jarang nyapa orang duluan, jarang senyum, minder, rendah diri, saya selalu berpikiran negatif terhadap orang lain tentang saya. 

Perlahan-lahan saya mulai berubah, mulai berani. Sebenarnya keinginan saya tidaklah muluk-muluk hanya ingin diakui eksistensinya ditengah orang-orang, tidak ingin diabaikan, ingin menunjukkan bahwa saya ada ditengah kalian, saya hadir lho. Saya ada duduk disitu. Lalu kenapa saya diabaikan? saya selalu menunggu, ko saya ga ditanya, ko saya ga di sapa. Ternyata letak salahnya bukan di orang lain, tapi di diri saya sendiri, “kenapa saya tidak mulai tersenyum kalo ketemu orang lain? Kenapa tidak mulai menyapa orang lain? Ya jika  ingin suatu kebaikan terjadi dalam diri ya harus mulai melakukannya terhadap orang lain. disini, LAW OF ATTRACTION berlaku. Dimana jika ingin disapa orang lain, maka sapalah orang lain. jika ingin orang lain tersenyum sama kita maka tersenyum lah terlebih dahulu kepada orang lain.
Saya bisa menjamin 100%. Saya yang sekarang bukanlah saya yang dulu. Sekarang saya bisa tersenyum duluan tanpa harus menunggu orang lain tersenyum terlebih dahulu. Saya bisa menyapa orang lain duluan tanpa harus menunggu orang lain menyapa terlebih dahulu.

Saya masih ingat, beberapa minggu yang lalu. saya pernah berkata begini kepada orang yang cenderung tidak terlalu banyak bicara (but he is smart) dan cenderung tiis, “ sebel deh kalo ngobrol sama orang pendiem. Aku nya udah heboh..eh, dianya malah Cuma senyum doang!” lalu dia menjawab, “untuk sebagian yang pendiem, senyum itu udah usaha keras lho”. Mendengar dia menjawab seperti itu saya teringat dan bisa merasakan ‘saya yang dulu’. Saya yang sekarang cenderung banyak bicara ternyata lupa dirinya pernah jadi orang yang pendiem di masa lalu. Tapi, Alhamdulillah ada yang mengingatkan. Dan harus saya akui, apa yang dia katakan itu benar. Saya dulu seperti itu, untuk tersenyum duluan saat bertemu orang lain itu susah, rasanya bibir ini kaku untuk melebar ke samping dan pada akhirnya orang menganggap kalo saya ini jutek. Bahkan bukan satu dua orang saja yang berbicara seperti itu. Seperti sebuah peribahasa, Lain ladang lain belalang, lain dulu lain sekarang. AKU SUDAH BERUBAH! 

Dan sangat bersyukur, meskipun sulit untuk mendobrak tembok yang membatasi saya untuk keluar. Mengalahkan pikiran negative yang terus mengiang ‘saya tidak bisa’. Tapi saya bisa melewati semua itu. Ada dorongan yang kuat dalam diri saya bahwa saya ingin berubah. Sepele mungkin, tapi  bagi sebagian orang yang dulunya pendiem itu butuh usaha yang keras. Sudahkah anda tersenyum dan menyapa orang lain tanpa harus menunggu orang lain tersenyum dan disapa duluan? Ayo jangan menunggu, anda harus mulai melakukannya duluan!