Minggu, 04 Agustus 2013

Anak Tangga dan Mie instan



Apakah anda pernah merasa jenuh melakukan sesuatu hal, padahal hal tersebut hal yang anda sukai? Ada orang yang berkata, jika kita melakukan hal yang kita suka maka waktu-waktu yang kita lewati tidak akan terasa karena kita sangat menikmati prosesnya. Tapi saya rasa tidak begitu. Menurut saya, sesuka apapun kita sama suatu hal pada titik tertentu kita akan merasa jenuh dan akhirnya berhenti pada titik tersebut. Saya sering mengalami hal tersebut. Dan saya sadar itu merupakan hal yang salah bahkan berakibat fatal. 

Betapa tidak, mari kita coba analogikan dengan sebuah tangga. Seandainya ada lima anak tangga yang harus saya naiki untuk sampai puncak, maka saya harus melewati tangga satu persatu agar sampai puncak. Hal yang pertama saya lakukan tentu saja mencari informasi bagaimana caranya saya bisa sampai puncak? Hambatan apa saja yang akan saya temui ketika saya menaiki tangga? Apa saja yang saya perlukan? Dengan mengumpulkan berbagai informasi merupakan modal awal bagi saya. 

Mengumpulkan informasi secukupnya saja tidak usah berlebihan karena dikhawatirkan terlalu banyak informasi yang saya terima justru membuat saya tidak bergerak. Bukankah hal terpenting yang harus segera dimulai adalah eksekusi? Informasi dan pengetahuan yang saya terima akan menjadi sia-sia tanpa sebuah eksekusi.

Untuk melakukan sebuah eksekusi memerlukan keberanian yang kuat dan dorongan dari orang-orang sekitar meskipun begitu dorongan dalam diri merupakan hal yang paling kuat dan utama. Ketika anda sudah berani mulai bergerak maka sebenarnya anda sudah dapat 50% dari kesuksesan anda. 


Dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian melewati anak tangga satu persatu hingga tibalah di anak tangga yang ketiga. Saya suka melakukan hal ini, saya bersemangat melakukannya. Tapi perasaan seperti itu perlahan-lahan mulai hilang dan semuanya terasa datar. Apalagi kesuksesan yang saya harapkan tidak kunjung datang padahal saya sudah bersusah payah mencapai anak tangga yang ketiga ini. Biasanya dalam kondisi seperti ini saya menyerah dan turun lagi ke bawah. Terkadang saya merasa tidak mampu dan saya tidak mungkin mencapai anak tangga lebih dari ini. Anak tangga ketiga ini merupakan batas maksimal kemampuan saya. dari beberapa kejadian yang saya alami. Saya adalah tipe instant seperti mie instant pop mie. Saya ingin mie, masukin air panas ke wada pop mie, tunggu beberapa menit, dan akhirnya pop mie siap disantap. Itulah scenario yang saya inginkan. 


Ketika saya ingin A maka harus segera menjadi A. Tapi kan dunia tidak sesederhana itu. Itu hanya akan terjadi di film-film. Dimana tokoh pemainnya ingin menjadi orang sukses, dalam kurun waktu kurang dari dua jam maka impiannya akan terwujud. Sementara skenario kehidupan tidaklah seperti itu. Ketika saya ingin A, terkadang jalannya harus memutar. Mungkin ke B, D dulu baru bisa ke A. Nah, terkadang saya tidak sabar dalam prosesnya. Padahal kesempatan itu ada di depan mata. Tapi saya keburu merasa lelah dan putus harapan akhirnya saya menyerah dan tidak melanjutkan perjuangan. Tentu hal ini sangat disayangkan mengingat saya sudah berada di anak tangga ketiga. Saya yang memutuskan untuk berhenti membuat saya semakin jauh dengan anak tangga ke lima. Ketika saya memutuskan untuk berhenti menaiki tangga itu sama artinya saya menjatuhkan diri untuk kembali ke anak tangga pertama. Mau tidak mau saya harus mulai dari awal lagi dengan hal yang berbeda atau mungkin juga sama. 

Saya mengintrospeksi diri saya. Apapun hal yang saya lakukan akan berakhir sama jika pola pikir saya masih seperti itu. Mengeluarkan semua tenaga yang saya miliki di awal perjuangan tanpa mempertahankannya. Satu hal yang mungkin saya lupakan dan terlambat untuk menyadarinya yaitu “bertahan”. Saya tahu bagaimana caranya untuk memulai tapi saya kehilangan petunjuk bagaimana caranya untuk bertahan. Mungkin itulah pentingnya mentor, mengikuti seminar, membaca buku motivasi agar semangat kita tidak kendur dan putus. Dengan belajar dari kesuksesan orang lain melalui pengalamannya maka itu akan membuat kita menyadari bahwa dia saja untuk sampai di anak tangga yang kelima memerlukan perjuangan. Jatuh bangun merupakan hal yang lumrah untuk mencapai kesuksesan.  

Oleh karena itu, hal yang saya harus lalukan adalah bersabar. Bersabar dalam prosesnya, menikmatinya dan nanti kan saya petik hasilnya.  Kuncinya adalah harus sabar dalam proses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar