Minggu, 29 Desember 2013

Ikan cue di akhir bulan


Uang di dompet sudah tak bersisa, hanya beberapa recehan seratus rupiah yang jumlahnya tak lebih dari 10 keping. Sore itu sepulang kerja, aku memutuskan untuk pergi ke ATM BNI sebentar. Letaknya tidak terlalu jauh, tapi bisa juga dikatakan dekat, dengan kendaraan mungkin bisa ditempuh dengan waktu sekitar 5 menit juga kurang dan ongkosnya hanya Rp 2000 untuk angkot, Rp 5000 untuk ojeg.

Tetapi sudah menjadi kebiasaanku, aku selalu menaiki trotoar setiap pulang kerja. Untung tidak hujan, jadi aku leluasa melangkahkan kakiku dengan irama jalan semauku. Meski begitu aku berjalan hati-hati, memilih jalan kering untuk aku injak, banyak sekali kubangan air yang kudapati hingga terkadang aku lengah dan akhirnya kakiku terjerembab juga ke kubangan itu, basahlah sepatu dan kakiku.

Entah kenapa sudah seminggu ini suasana hatiku gelisah tak menentu, aku tak tahu pasti penyebabnya (sebenarnya tahu, tapi malas rasanya menceritakannya disini. Lebih baik bilang tidak tahu agar tidak menjadi cerita yang panjang).  Aku berjalan melewati ruko-ruko yang berjejer di sepanjang jalan. Setiap melewati warung sate, para karyawannya selalu menyempatkan diri untuk sekedar menyapa “baru pulang teh? Mau dianterin ga?” , entah itu sapaan, genit genitan atau apalah namanya. Tapi aku selalu senang jika ada orang baru berusaha menyapaku. Dan aku selalu menjawab, “ya, ga usah” sambil tersenyum dan berlalu pergi.  
Sapaan dari para pelayan sewaktu pulang kerja menjadi warna tersendiri dalam hari-hariku.

Perjalanan dari kantor sampai ATM BNI memerlukan waktu sekitar 15-20 menit. Tiba disana buru-buru aku mengambil uang, takut hujan. Jam menunjukkan pukul 17.45. Akibat suasana hati yang tak menentu ternyata juga berpengaruh pada kondisi fisikku, lelah berjalan rasanya. Ingin pulang dengan angkot atau ojeg, tapi tak ada uang kecil.  Lalu mataku tertuju pada warung seafood di dekat ATM BNI. Tanpa ba-bi-bu lagi kakiku melesat berjalan kesana. Ku lihat daftar makanan, lalu ku pilih makanan yang belum pernah aku makan “ikan cue bakar”. Soalnya, waktu dikantor makan siang dengan lauk pauk ikan fatin, lalu temanku bilang “mendingan ikan cue dari pada ini”. dan kebetulan sekali nama ikan itu ada di daftar menu, jadi ku pilih saja.

Selesai memesan menu, aku duduk di salah satu meja. Duduk sendiri lebih tepatnya. Iri melihat orang lain dengan pasangannya bahkan pengunjung yang duduk di jajaranku paling ujung sebelah kanan, makan bersama pasangannya dihiasi lilin putih. Padahal ruangan sangat terang dengan lampu neon, sama sekali tidak gelap. Oh, mungkin ada tujuan lilin dari keberadaan lilin itu diatas meja, agar lalat tidak menempel ke makanan (sekali lagi ini mungkin). Lalu datang lagi pengunjung lain beserta teman-temannya, ada juga yang datang bersama keluarganya.

Aku hanya mengelus dada.

Makanan yang ditunggu pun datang. Ikan cue bakar berikut sambalnya, nasi, dan es teh tawar . aku langsung melahap habis makanan itu tanpa sisa kecuali tulang-tulang ikannya. Setelah makan selesai tibalah giliran dompet ku yang bertugas. Aku pergi ke kasir menanyakan total semua makanan, dan alangkah kagetnya diriku ketika aku mendengar angka yang disebutkan pelayan, “Rp 62.000, mbak!”

APAAAAA?

Mataku mengintip bill yang sedang dihitung ulang oleh pelayan. Dan melihat harga yang tertulis.
“harga ikan cue nya itu serius mas 52 ribu?”
“Iya mbak. Ikan cue emang segitu harganya.”
Aku pulang dengan perasaan lemas. Ini akhir bulan, rencananya uang yang aku ambil tadi jatah untuk seminggu ke depan sampai aku gajian tapi ternyata harus berakhir disini.

Mungkin lain kali, aku akan lebih teliti lagi sebelum makan. “BERTANYA HARGA TERLEBIH DAHULU BARU MAKAN” ini berlaku hanya di akhir bulan.

3 komentar: