Rabu, 01 Januari 2014

Ciater: Bukan Perjalanan Biasa



Halo selamat pagi.
Ini adalah sapaan selamat pagi yang kedua yang saya  tulis di blog ini. Saya memang senang menulis di pagi hari, tapi tidak menutup kemungkinan juga  menulis di malam hari. Saat inipun saya sedang menulis di ruang tengah ditemani suara TV yang dibiarkan menyala. Haruskah saya pertanyakan lagi pada diri ini,
“Sejak kapan saya suka menulis?”
Jawabnya , “Entahlah!”

Pagi ini saya ingin menceritakan perjalanan pertama (bukan yang pertama juga sih, biar lebih dramatis aja) saya pergi malam-malam ke ciater dari cikarang bersama teman-teman yang menyenangkan yang selalu menemani saya sejak 1,5 bulan terakhir ini. Ah, senang sekali rasanya memiliki teman seperti mereka. Meski usia kami terpaut 3-4 tahun tapi itu sama sekali tidak menciptakan jarak diantara kami. Mereka tidak bersikap sok dewasa, menggurui saat berbicara atau hal lainnya yang tidak menyenangkan bahkan terkadang saya berpikir, kalau kita ini seumuran. Hahahha....

Di cikarang ini saya tidak punya teman.
Ah, masa sih? Pasti semua berpikiran seperti itu. Saya juga heran sebenarnya, apa yang salah dengan cara bersosialisasi yang saya lakukan? Saya selalu bersikap ramah terhadap orang saya temui, tersenyum seraya menyapa terlebih dahulu orang tersebut. Saya “merasa” selalu bersikap ceria ketika mengobrol atau sebagainya. Telepas dari itu semua, karena saya pribadi merupakan orang yang senang berbicara, bahkan manager QC bilang saya itu “ceriwis”. 

Dan saya tidak mengerti kenapa saya tidak memiliki teman, apa mungkin saya kurang “care”? mungkin saja sifat buruk saya “cuek, pendiam” masih melekat erat di diri saya. Ah, saya harus segera merubah sifat jelek itu. Tahukah kamu? Di usia 22 tahun ini, saya merasa sifat saya yang pendiam, cuek, perlahan-lahan berubah menjadi sosok yang periang, ceria dan bawel. Saya merasa sudah berubah 85%. Bahkan sekarang, hampir setiap orang yang saya temui langsung dapat menyimpulkan bahwa saya ini “bawel”. Sampai saat ini, kesulitan yang saya hadapi adalah “menjaga silaturahmi dengan teman” mungkin itu penyebabnya saya tak punya teman. 

Satu  bulan pertama tinggal disini hampir setiap hari saya menelepon mama, saya selalu bilang, “saya tidak betah disini. Saya tidak punya teman.” Lalu orang tua meresponnya dengan berkata, “ya, sudah kalau tidak betah pulang saja. Kalau sudah gajian pulang saja kerumah.” Pulang yang dimaksud dalam artian pulang untuk selamanya, tidak usah lagi kembali ke cikarang. 

Ya mungkin inilah dunia kerja! Berbeda dengan dunia sekolahan RISKA!
Oopss...bukankah saya akan bercerita mengenai perjalanan ke ciater malam-malam, lalu kenapa malah berbelok ke hal lain? Begitulah saya, di awal mau cerita apa, tengah-tengahnya belok dulu ke cerita lain.
Rencana pergi ke ciater memang sudah dibicarakan sejak lama, dulu waktu awal-awal kami bertemu. Saat itu saya belum wisuda, jadi saya memiliki saran, sebaiknya kita pergi setelah saya wisuda saja. Hari wisuda pun berlalu, akhirnya kami pergi ke ciater hari sabtu tepat jam 10.00  malam. Kenapa harus malam? Ya agar tidak macet. Sebenarnya itu bukan alasan yang tepat sih, mungkin lebih tepatnya, “ingin segera pergi refreshing.” 

Kami pergi naik mobil yang dibawa mas asep, dimobil itu ada aku dan sinta yang duduk dibelakang dan mas akmal yang duduk di samping pak kusir yang sedang berkuda, oh..!bukan! mas asep, namanya. Kami sudah seperti keluarga dimana ayah dan ibu duduk di depan, aku dan sinta sebagai anaknya. Ditambah keakraban antara mas akmal dan a asep yang terjalin layaknya sepasang seorang suami istri. Hei, mereka bukan gay! Pendeskripsianku saja yang berlebihan.  Mereka adalah bujang (tidak pakai lapuk) yang sedang mencari tulang rusuknya yang hilang.  Hampir setiap bertemu pasti percakapannya tak jauh dari seputar pencarian pasangan hidup dan berakhir pasrah dengan mengatakan, “kalau jodoh tak akan kemana. Kalau sudah saatnya pasti dipertemukan”.
Hahhaha.....

Sepanjang jalan aku tak bisa tidur, ingin tidur rasanya tapi tak bisa karena aku juga harus memantau kemana mobil ini melaju. Aku berperan sebagai guide, padahal aku sendiri tak tahu persis arah jalan dari cikarang sampai sadang tapi kalau sudah sampai subang, serahkan saja padaku. Sepanjang jalan mas akmal dan a asep tak berhenti-henti mengoceh, aku terkadang sesekali saja mengikuti percakapan mereka. Sementara itu, sinta yang duduk di sampingku tertidur pulas tanpa memedulikanku yang kesepian tak ada teman bicara.
Ada banyak cerita yang dibahas sepanjang malam itu, misalnya seperti “kenapa di bandung tidak ada nama jalan gajah mada?” tapi saya tak akan membahasnya disini, saya lupa nama tokoh-tokohnya dan alur ceritanya. Mas akmal bercerita layaknya seorang pendongeng, aku dan mas asep dengan sabar mendengarkan penjelasannya dan manggut-manggut pada bagian tertentu sambil berkata, “Oh,....!” Sinta? Dia sedang asyik menjadi pengamat dan pelaku dalam mimpinya, dia hampir tidur sepanjang jalan. Mungkin dia kelelahan setelah menempuh perjalanan cibarusah jababeka yang memakan waktu sekitar 40 menit.

Kami tiba di ciater pukul 12.30. ini tengah malam, tapi udara disekitar tak sedingin yang aku bayangkan. Aku santai saja tidak memakai jaket karena memang tidak bawa jaket (atau karena tidak punya? ). Kami keluar dari mobil, menghirup udara segar daerah pegunungan. Lalu memutuskan untuk berjalan-jalan mencari makanan penunda lapar. Setelah berkeliling beberapa menit, akhirnya kami memutuskan untuk duduk-duduk manis di sebuah warung yang berada tepat di tengah jalan. Susu jahe hangat, ketan bakar segera terhidang menggoda dihadapan kami. Makanan tersebut tak dianggurkan begitu saja, kami segera menyantapnya diiringi obrolan ringan tanpa tema. Sesekali menerjemahkan apa yang ibu warung katakan, maklum beliau berbicara dalam bahasa sunda sedangkan diantara kami ada satu orang jawa. 

Jam sudah menunjukkan pukul 02.30 hawa dingin mulai menusuk kulit. Kami bergegas menuju ke mobil untuk beristirahat (tidur) hingga sekitar pukul 5.00. Kami tidur seadanya di dalam mobil, tanpa kasur, selimut dan bantal guling (ah, aku jarang tidur pakai guling). Tapi meskipun begitu kami bisa tidur nyenyak.  Sekitar pukul 4.30, suara adzan memanggil kami untuk melaksanakan salat subuh. Tapi rasanya enggan untuk beranjak dari posisi tidur yang sudah enak ini. “5 menit” lagi, ucapku dalam hati. 5 menit kemudian pun tak menjamin kami langsung bangkit dari posisi tidur, 5 menit pertama itu sekedar membuka mata, membuyarkan impian dan segera berlari ke kehidupan nyata. Setelah sadar 100% barulah kami keluar dari mobil untuk salat subuh. Udara kala itu biasa saja, hanya saja air untuk berwudhu yang sangat jauh dari air yang biasa aku pakai di cikarang. Di cikarang itu, mau musim hujan ataupun musim panas, air PAM nya tetap sama suhunya. Aku pernah mandi jam 2 malam gara-gara ketiduran setelah pulang kerja. Kenapa aku memutuskan mandi malam (tapi tak pakai kembang ya..) karena aku tak nyaman dengan badan yang lengket, gerah (bau ga ya? Hmmp...ga kayanya).  

Seusai melaksanakan salat subuh, barulah kami masuk ke area kolam sariater. Tiket masuk seharga Rp 22.000 sudah ditangan, petugas tiket pun sudah setia menunggu kedatangan kami. Kami antri dengan tertib lalu tibalah giliran kami untuk menyerahkan tiketnya. Meskipun sudah berada di sekitar kolam, lantas kami tak langsung berendam. Ada seseorang yang masih belum masuk, dia menggadaikan waktu solat subuhnya dengan tidur. Alhasil, kami harus menunggu dia solat terlebih dahulu. Sambil menunggu, mas asep menyeruput kopi sedangkan aku dan sinta duduk-duduk manis memperhatikan orang lalu-lalang juga orang-orang yang narsis berfoto ria. Sebenarnya aku juga orangnya narsis, suka berfoto tetapi entah kenapa selera berfotoku hilang (entah kenapa!). 

Tak harus menunggu lama, akhirnya dia datang. Kami memutuskan untuk mencari sarapan terlebih dahulu. Setelah itu barulah kami berendam di air panas. Tapi sayang sekali, airnya tak sepanas dulu tahun 2012. Suhu hanya terasa hangat saat pertama kali memasukinya dan akan terasa seperti air dingin biasa setelah kita lama berendam. Oh iya, kami waktu itu masuk kolam berbayar dengan harga tiket masuk Rp 26.000.
Pukul 09.00 kami keluar dari sariater lalu berlanjut ke kebun teh daerah dayang sumbi. Waktu itu hujan, jadi daerah kebun teh yang dekat dengan gunung tangkuban perahu itu berkabut. Kabut? Itu tak bagus untuk foto-foto. Kami mampir ke sebuah warung untuk memakan jagung bakar. Aku memilih jagung bakar pedas dan rasanya jauh dari kata enak tapi anehnya jagungnya aku makan habis. Hahaha.....

Tak lupa kami menyempatkan untuk berfoto bersama sebagai penutup acara jalan-jalan hari ini.
Jam 11.30 kami meluncur kembali ke subang. Tujuan kami sekarang adalah RUMAHKU. Sebenarnya aku sama sekali tidak berniat untuk mengajak mereka kerumah (hahahah *ketawa iblis*). Tapi apa salahnya mampir kerumah lalu memperkenalkan teman-teman di cikarang ke orang tua. 

Jam 12.30 kami sampai di rumah. Acara selanjutnya adalah makan. Ikan asin untuk mas asep dan terong untuk mas akmal sesuai pesanan sudah dihidangkan juga teman-teman nasi yang lainnya seperti ikan goreng plus sambal jahe, sayur daging, goreng tahu dll. Dan ternyata mereka bukan anak SMP (setelah makan pulang). Hahaha... setelah makan kami berbincang-bincang hangat, ngobrol dari sana  kesini, dari utara ke selatan, dari timur ke barat, dari hulu ke hilir, malah saya berpikir, “Ini katanya mas asep mau pulang cepet-cepet. Makanya acara ke floating market dicancel. Lha, kok malah leyeh-leyeh!”. Tapi aku senang, mungkin mereka betah dengan suasana rumah yang sejuk. 

Jam 3 kami pulang. Kembali ke cikarang tempat kami mengadu nasib.  Nah, waktu perjalanan pulang inilah yang membuat aku tak enak hati dengan mereka (?). sebenarnya bukan “mereka”, lebih tepatnya................ Aku tahu aku salah, seharusnya aku tak melakukan itu. Apalagi selama ini sudah berbaik hati mau menjadi temanku. Aku terlalu banyak berasumsi. Aku sadar, aku harus mundur perlahan dengan hati-hati. 

“Maaf!” Aku tak bisa lebih mengatakan dari itu.

Ini memang bukan perjalanan biasa. Perjalanan ini tidak hanya menggerakan kaki tapi juga menggerakkan hati agar ia mundur teratur.

4 komentar:

  1. Serasa baca diary...
    emang diary kali yaa???
    haha
    you know me? :p

    BalasHapus
  2. sedikit saran, yang backgrounnya jangan hitam mbak, label dan daftar isinya jadi g keliatan :) overall bagus

    BalasHapus
  3. mbak jalan ke ciater via subang mulus gak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf pak, baru balas.

      jalannya bagus ko pak. lebih cepet malah. ga macet soalnya.

      Hapus