Halo selamat pagi.
Ini adalah sapaan selamat pagi yang kedua yang saya tulis di blog ini. Saya memang senang menulis
di pagi hari, tapi tidak menutup kemungkinan juga menulis di malam hari. Saat inipun saya
sedang menulis di ruang tengah ditemani suara TV yang dibiarkan menyala.
Haruskah saya pertanyakan lagi pada diri ini,
“Sejak kapan saya suka menulis?”
Jawabnya , “Entahlah!”
Pagi ini saya ingin menceritakan perjalanan pertama (bukan yang pertama
juga sih, biar lebih dramatis aja) saya pergi malam-malam ke ciater dari cikarang
bersama teman-teman yang menyenangkan yang selalu menemani saya sejak 1,5 bulan
terakhir ini. Ah, senang sekali rasanya memiliki teman seperti mereka. Meski
usia kami terpaut 3-4 tahun tapi itu sama sekali tidak menciptakan jarak
diantara kami. Mereka tidak bersikap sok dewasa, menggurui saat berbicara atau
hal lainnya yang tidak menyenangkan bahkan terkadang saya berpikir, kalau kita
ini seumuran. Hahahha....
Di cikarang ini saya tidak punya teman.
Ah, masa sih? Pasti semua berpikiran seperti itu. Saya juga heran
sebenarnya, apa yang salah dengan cara bersosialisasi yang saya lakukan? Saya
selalu bersikap ramah terhadap orang saya temui, tersenyum seraya menyapa
terlebih dahulu orang tersebut. Saya “merasa” selalu bersikap ceria ketika
mengobrol atau sebagainya. Telepas dari itu semua, karena saya pribadi
merupakan orang yang senang berbicara, bahkan manager QC bilang saya itu
“ceriwis”.
Dan saya tidak mengerti kenapa saya tidak memiliki teman, apa mungkin
saya kurang “care”? mungkin saja sifat buruk saya “cuek, pendiam” masih melekat
erat di diri saya. Ah, saya harus segera merubah sifat jelek itu. Tahukah kamu?
Di usia 22 tahun ini, saya merasa sifat saya yang pendiam, cuek, perlahan-lahan
berubah menjadi sosok yang periang, ceria dan bawel. Saya merasa sudah berubah
85%. Bahkan sekarang, hampir setiap orang yang saya temui langsung dapat
menyimpulkan bahwa saya ini “bawel”. Sampai saat ini, kesulitan yang saya
hadapi adalah “menjaga silaturahmi dengan teman” mungkin itu penyebabnya saya
tak punya teman.
Satu bulan pertama tinggal
disini hampir setiap hari saya menelepon mama, saya selalu bilang, “saya tidak
betah disini. Saya tidak punya teman.” Lalu orang tua meresponnya dengan
berkata, “ya, sudah kalau tidak betah pulang saja. Kalau sudah gajian pulang
saja kerumah.” Pulang yang dimaksud dalam artian pulang untuk selamanya, tidak
usah lagi kembali ke cikarang.
Ya mungkin inilah dunia kerja! Berbeda dengan dunia sekolahan RISKA!
Oopss...bukankah saya akan bercerita mengenai perjalanan ke ciater malam-malam,
lalu kenapa malah berbelok ke hal lain? Begitulah saya, di awal mau cerita apa,
tengah-tengahnya belok dulu ke cerita lain.
Rencana pergi ke ciater memang sudah dibicarakan sejak lama, dulu waktu
awal-awal kami bertemu. Saat itu saya belum wisuda, jadi saya memiliki saran,
sebaiknya kita pergi setelah saya wisuda saja. Hari wisuda pun berlalu,
akhirnya kami pergi ke ciater hari sabtu tepat jam 10.00 malam. Kenapa harus malam? Ya agar tidak
macet. Sebenarnya itu bukan alasan yang tepat sih, mungkin lebih tepatnya,
“ingin segera pergi refreshing.”
Kami pergi naik mobil yang dibawa mas asep, dimobil itu ada aku dan
sinta yang duduk dibelakang dan mas akmal yang duduk di samping pak kusir yang
sedang berkuda, oh..!bukan! mas asep, namanya. Kami sudah seperti keluarga
dimana ayah dan ibu duduk di depan, aku dan sinta sebagai anaknya. Ditambah
keakraban antara mas akmal dan a asep yang terjalin layaknya sepasang seorang
suami istri. Hei, mereka bukan gay! Pendeskripsianku saja yang berlebihan. Mereka adalah bujang (tidak pakai lapuk) yang
sedang mencari tulang rusuknya yang hilang.
Hampir setiap bertemu pasti percakapannya tak jauh dari seputar
pencarian pasangan hidup dan berakhir pasrah dengan mengatakan, “kalau jodoh
tak akan kemana. Kalau sudah saatnya pasti dipertemukan”.
Hahhaha.....
Sepanjang jalan aku tak bisa tidur, ingin tidur rasanya tapi tak bisa
karena aku juga harus memantau kemana mobil ini melaju. Aku berperan sebagai
guide, padahal aku sendiri tak tahu persis arah jalan dari cikarang sampai
sadang tapi kalau sudah sampai subang, serahkan saja padaku. Sepanjang jalan
mas akmal dan a asep tak berhenti-henti mengoceh, aku terkadang sesekali saja
mengikuti percakapan mereka. Sementara itu, sinta yang duduk di sampingku
tertidur pulas tanpa memedulikanku yang kesepian tak ada teman bicara.
Ada banyak cerita yang dibahas sepanjang malam itu, misalnya seperti
“kenapa di bandung tidak ada nama jalan gajah mada?” tapi saya tak akan
membahasnya disini, saya lupa nama tokoh-tokohnya dan alur ceritanya. Mas akmal
bercerita layaknya seorang pendongeng, aku dan mas asep dengan sabar
mendengarkan penjelasannya dan manggut-manggut pada bagian tertentu sambil
berkata, “Oh,....!” Sinta? Dia sedang asyik menjadi pengamat dan pelaku dalam
mimpinya, dia hampir tidur sepanjang jalan. Mungkin dia kelelahan setelah
menempuh perjalanan cibarusah jababeka yang memakan waktu sekitar 40 menit.
Kami tiba di ciater pukul 12.30. ini tengah malam, tapi udara disekitar
tak sedingin yang aku bayangkan. Aku santai saja tidak memakai jaket karena
memang tidak bawa jaket (atau karena tidak punya? ). Kami keluar dari mobil,
menghirup udara segar daerah pegunungan. Lalu memutuskan untuk berjalan-jalan
mencari makanan penunda lapar. Setelah berkeliling beberapa menit, akhirnya
kami memutuskan untuk duduk-duduk manis di sebuah warung yang berada tepat di
tengah jalan. Susu jahe hangat, ketan bakar segera terhidang menggoda dihadapan
kami. Makanan tersebut tak dianggurkan begitu saja, kami segera menyantapnya
diiringi obrolan ringan tanpa tema. Sesekali menerjemahkan apa yang ibu warung
katakan, maklum beliau berbicara dalam bahasa sunda sedangkan diantara kami ada
satu orang jawa.
Jam sudah menunjukkan pukul 02.30 hawa dingin mulai menusuk kulit. Kami
bergegas menuju ke mobil untuk beristirahat (tidur) hingga sekitar pukul 5.00.
Kami tidur seadanya di dalam mobil, tanpa kasur, selimut dan bantal guling (ah,
aku jarang tidur pakai guling). Tapi meskipun begitu kami bisa tidur
nyenyak. Sekitar pukul 4.30, suara adzan
memanggil kami untuk melaksanakan salat subuh. Tapi rasanya enggan untuk
beranjak dari posisi tidur yang sudah enak ini. “5 menit” lagi, ucapku dalam
hati. 5 menit kemudian pun tak menjamin kami langsung bangkit dari posisi
tidur, 5 menit pertama itu sekedar membuka mata, membuyarkan impian dan segera
berlari ke kehidupan nyata. Setelah sadar 100% barulah kami keluar dari mobil
untuk salat subuh. Udara kala itu biasa saja, hanya saja air untuk berwudhu
yang sangat jauh dari air yang biasa aku pakai di cikarang. Di cikarang itu,
mau musim hujan ataupun musim panas, air PAM nya tetap sama suhunya. Aku pernah
mandi jam 2 malam gara-gara ketiduran setelah pulang kerja. Kenapa aku
memutuskan mandi malam (tapi tak pakai kembang ya..) karena aku tak nyaman
dengan badan yang lengket, gerah (bau ga ya? Hmmp...ga kayanya).
Seusai melaksanakan salat subuh, barulah kami masuk ke area kolam
sariater. Tiket masuk seharga Rp 22.000 sudah ditangan, petugas tiket pun sudah
setia menunggu kedatangan kami. Kami antri dengan tertib lalu tibalah giliran
kami untuk menyerahkan tiketnya. Meskipun sudah berada di sekitar kolam, lantas
kami tak langsung berendam. Ada seseorang yang masih belum masuk, dia
menggadaikan waktu solat subuhnya dengan tidur. Alhasil, kami harus menunggu
dia solat terlebih dahulu. Sambil menunggu, mas asep menyeruput kopi sedangkan
aku dan sinta duduk-duduk manis memperhatikan orang lalu-lalang juga
orang-orang yang narsis berfoto ria. Sebenarnya aku juga orangnya narsis, suka
berfoto tetapi entah kenapa selera berfotoku hilang (entah kenapa!).
Tak harus menunggu lama, akhirnya dia datang. Kami memutuskan untuk
mencari sarapan terlebih dahulu. Setelah itu barulah kami berendam di air
panas. Tapi sayang sekali, airnya tak sepanas dulu tahun 2012. Suhu hanya
terasa hangat saat pertama kali memasukinya dan akan terasa seperti air dingin
biasa setelah kita lama berendam. Oh iya, kami waktu itu masuk kolam berbayar
dengan harga tiket masuk Rp 26.000.
Pukul 09.00 kami keluar dari sariater lalu berlanjut ke kebun teh
daerah dayang sumbi. Waktu itu hujan, jadi daerah kebun teh yang dekat dengan
gunung tangkuban perahu itu berkabut. Kabut? Itu tak bagus untuk foto-foto. Kami
mampir ke sebuah warung untuk memakan jagung bakar. Aku memilih jagung bakar
pedas dan rasanya jauh dari kata enak tapi anehnya jagungnya aku makan habis.
Hahaha.....
Tak lupa kami menyempatkan untuk berfoto bersama sebagai penutup acara
jalan-jalan hari ini.
Jam 11.30 kami meluncur kembali ke subang. Tujuan kami sekarang adalah
RUMAHKU. Sebenarnya aku sama sekali tidak berniat untuk mengajak mereka kerumah
(hahahah *ketawa iblis*). Tapi apa salahnya mampir kerumah lalu memperkenalkan
teman-teman di cikarang ke orang tua.
Jam 12.30 kami sampai di rumah. Acara selanjutnya adalah makan. Ikan
asin untuk mas asep dan terong untuk mas akmal sesuai pesanan sudah dihidangkan
juga teman-teman nasi yang lainnya seperti ikan goreng plus sambal jahe, sayur
daging, goreng tahu dll. Dan ternyata mereka bukan anak SMP (setelah makan
pulang). Hahaha... setelah makan kami berbincang-bincang hangat, ngobrol dari
sana kesini, dari utara ke selatan, dari
timur ke barat, dari hulu ke hilir, malah saya berpikir, “Ini katanya mas asep
mau pulang cepet-cepet. Makanya acara ke floating market dicancel. Lha, kok
malah leyeh-leyeh!”. Tapi aku senang, mungkin mereka betah dengan suasana rumah
yang sejuk.
Jam 3 kami pulang. Kembali ke cikarang tempat kami mengadu nasib. Nah, waktu perjalanan pulang inilah yang
membuat aku tak enak hati dengan mereka (?). sebenarnya bukan “mereka”, lebih
tepatnya................ Aku tahu aku salah, seharusnya aku tak melakukan itu.
Apalagi selama ini sudah berbaik hati mau menjadi temanku. Aku terlalu banyak
berasumsi. Aku sadar, aku harus mundur perlahan dengan hati-hati.
“Maaf!” Aku tak bisa lebih mengatakan dari itu.
Ini memang bukan perjalanan biasa. Perjalanan ini tidak hanya
menggerakan kaki tapi juga menggerakkan hati agar ia mundur teratur.
Serasa baca diary...
BalasHapusemang diary kali yaa???
haha
you know me? :p
sedikit saran, yang backgrounnya jangan hitam mbak, label dan daftar isinya jadi g keliatan :) overall bagus
BalasHapusmbak jalan ke ciater via subang mulus gak?
BalasHapusMaaf pak, baru balas.
Hapusjalannya bagus ko pak. lebih cepet malah. ga macet soalnya.